UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Pura Gelap Besakih: Pura Tempat Meditasi Bagi Para Pandita dan yang Akan Menjadi Pandita

Pura Gelap Besakih: Pura Tempat Meditasi Bagi Para Pandita dan yang Akan Menjadi Pandita
Pura Besakih, dengan seluruh kompleksnya yang megah, terdiri dari 20 kompleks pura yang menghadirkan keindahan dan keagungan kepercayaan Hindu di Bali. Diantara kompleks ini, terdapat empat pura yang dikenal sebagai Pura Catur Dala atau Catur Loka Pala, yang meliputi Pura Gelap, Pura Kiduling Kreteg, Pura Ulun Kulkul, dan Pura Batu Madeg. Di tengah-tengah kompleks, menjulang tinggi Pura Penataran Agung Besakih, yang terdiri dari tujuh Mandala atau tujuh lapisan alam atas, yang disebut Sapta Loka.

Kali ini, kita akan memperdalam pengetahuan tentang salah satu dari empat pura Catur Dala, yaitu Pura Gelap. Mari kita menjelajahi keunikan dan keindahan pura ini, yang menjadi pusat meditasi dan kebijaksanaan spiritual bagi umat Hindu di Bali.

Asal Usul Pura Gelap

Asal Usul Pura Gelap
Istilah "gelap" dalam nama Pura Gelap bukanlah berasal dari bahasa Indonesia. Kata "gelap" dalam konteks nama Pura Gelap ini berasal dari bahasa Kawi, yang mengartikan petir atau kilat dengan sinarnya yang putih menyilaukan. Pura Gelap dianggap sebagai tempat yang didedikasikan untuk pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara, yang merupakan dewa dari sinar.

Dalam kepercayaan Hindu, sinar matahari dianggap sebagai sumber kehidupan yang penting. Tanaman tidak dapat hidup tanpa sinar matahari, karena itu sinar matahari dianggap sebagai pemimpin sumber-sumber alam lainnya yang memberikan kehidupan pada makhluk hidup di bumi. Hal ini tercermin dalam Mantra Rgveda yang menyatakan Tuhan dalam wujud cahaya matahari sebagai sumber kekuatan alam.

Pura Gelap diyakini sebagai tempat di mana rohani orang-orang suci semakin kuat melalui meditasi pada cahaya alam tersebut. Oleh karena itu, pada masa lampau, Pura Gelap menjadi tempat meditasi bagi para pandita dan orang yang mempersiapkan diri untuk menjadi pandita.

Makna dan Filosofis Spiritual

Makna dan Filosofis Spiritual Pura Gelap
Pura Gelap dianggap sebagai penegak dan pemelihara kesucian kependitaan, menjadi lambang dari pusat sinar Bhuwana Agung. Dalam pandangan ini, sinar alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan menjadi sumber kehidupan bagi semua makhluk di alam ini. Oleh karena itu, Pura Gelap menjadi pusat meditasi bagi umat manusia yang ingin membangkitkan sinar suci yang ada dalam diri mereka atau dalam Bhuwana Alit, yaitu alam mikrokosmos.

Ketika sinar Bhuwana Agung terpadu dengan sinar di Bhuwana Alit melalui usaha umat manusia, maka terciptalah harmoni antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Harmoni ini dianggap sebagai salah satu kunci terwujudnya kehidupan yang bahagia, atau yang dalam ajaran Hindu disebut sebagai hita karana.

Pura Gelap tidak hanya menjadi tempat meditasi bagi para pandita, tetapi juga bagi semua umat, terutama mereka yang ingin mengembangkan kepemimpinannya secara baik dan benar. Dengan memperdalam pemahaman akan sinar suci dan hubungan harmonis antara alam semesta dan diri sendiri, individu dapat menjadi pemimpin yang bijaksana dan bertanggung jawab, membawa dampak positif bagi masyarakat dan alam sekitarnya.

Letak Pura Gelap

Lokasi Letak Pura Gelap
Pura Gelap terletak di tempat yang agak tinggi, dapat dijangkau dari jalan setapak di sebelah timur Pura Penataran Agung menuju ke utara, dengan perjalanan sekitar 5 menit naik. Di sana, terdapat berbagai struktur suci, termasuk Meru tumpang tiga yang menjadi pelinggih utama bagi Hyang Iswara, serta Padma, Palinggih Ciwa Lingga, Bebaturan Sapta Petala, Bale Pewedaan, dan Bale Gong.

Piodalan, atau hari pemujaan, di Pura Gelap jatuh pada hari Soma Keliwon Wariga, dan Aci Pengenteg Jagat diadakan pada setiap hari Purnama sasih Karo. Di Pura Gelap, umat melakukan maturan (upacara persembahan) dan memohon kedamaian pikiran serta kesejahteraan hidup, sesuai dengan makna pengacaraannya yang disebut Aci Pengenteg Jagat. Selama pelaksanaan karya-karya ritual di Pura Besakih, semua pengangge, atau pelaksana upacara, di Pura Gelap mengenakan pakaian serba putih, menciptakan suasana sakral yang khusyuk dan tenang.

Areal dan Pelinggih Pura Gelap

Areal dan Pelinggih Pura Gelap
Awalnya, areal Pura Gelap tidak terlalu besar. Namun, setelah direhabilitasi, pura ini diperluas hingga menggunakan Kori Agung. Sebelumnya, pintu masuknya hanya menggunakan Candi Bentar. Hal ini karena Pura Gelap merupakan bagian integral dari Pura Penataran Agung dan tidak terpisahkan dari kompleks tersebut. Sebelumnya, hanya Pura Penataran Agung yang menggunakan Kori Agung atau Candi Kurung.

Pelinggih utama di Pura Gelap Besakih adalah Meru Tumpang Tiga, yang digunakan untuk memuja Batara Iswara sebagai manifestasi Tuhan pelindung arah timur alam semesta. Batara Iswara juga dianggap sebagai Dewa kecemerlangan dan kecerahan dari Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit. Atap bertingkat Meru melambangkan pengelukunan Dasaksara dan simbol urip bhuwana.

Pengelukunan Dasaksara mengacu pada aksara "Om" yang dapat berkembang menjadi tiga, lima, tujuh, atau bahkan sebelas aksara, dengan makna filosofis yang sama. Meru Tumpang Tiga mewakili Tri Bhuwana, yaitu Bhur, Bhuwah, dan Swah Loka, yang diterangi oleh Tuhan sebagai Batara Iswara. Di dalam Meru Tumpang Tiga terdapat batu simbol Lingga stana Batara Siwa.

Selain Meru Tumpang Tiga, terdapat Pelinggih Sanggara Agung yang menyerupai Padmasana untuk menstanakan tirtha yang diambil dari Pura Tirtha saat upacara penting di Pura Penataran Agung Besakih.

Pura Gelap juga memiliki Pelinggih Dasar Sapta Patala, yang digunakan untuk memuja Tuhan sebagai jiwa alam bawah yang terdiri dari tujuh lapisan, yang disebut Sapta Patala. Unsur-unsur Sapta Patala ini berfungsi sesuai dengan sinar alam semesta setelah menerima energi tersebut. Kerja sama alam inilah yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan di bumi.

Penutup

Pura Gelap di tengah kompleks Pura Besakih mengajarkan kita tentang pentingnya memahami dan memelihara kerja sama unsur alam yang ada. Kerja sama ini menjadi fondasi bagi kehidupan di bumi, dan diatur oleh Rta, atau hukum alam yang merupakan ciptaan Tuhan.

Merusak proses alam yang diatur oleh Rta sama dengan melanggar takdir Tuhan dan merupakan dosa. Oleh karena itu, sebagai manusia, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga harmoni dengan alam dan menghormati keberadaan semua unsur yang ada.

Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang filosofi dan spiritualitas yang terkandung dalam Pura Gelap, kita dapat menemukan inspirasi untuk menjalani kehidupan yang seimbang, bijaksana, dan penuh pengabdian kepada Tuhan dan alam semesta. Semoga kesadaran ini membimbing kita menuju kehidupan yang lebih baik bagi diri kita sendiri dan bagi bumi yang kita tinggali.

Refrensi:
  • https://www.babadbali.com/pura/plan/besakih/pr-gelap.htm
Posting Komentar

Posting Komentar