UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Sanggah Turus Lumbung: Makna dan Filosofis Asal Usul Serta Batasan Waktu Penggunaan

Sanggah Turus Lumbung: Makna dan Filosofis Asal Usul Serta Batasan Waktu Penggunaan
Turus lumbung mungkin kurang dikenal di kalangan muda Bali, namun, maknanya sangat penting dalam konteks keagamaan. Merupakan bagian dari tradisi Sanggah Kamulan darurat, turus lumbung dibangun oleh keluarga baru yang belum mampu mendirikan sebuah sanggah permanen. Konstruksinya menggunakan kayu dapdap dan berfungsi sebagai tempat untuk ngalumbung atau memuja Hyang Kamulan atau Hyang Kawitan.

Meskipun bersifat sementara, sanggah turus lumbung memiliki peran khusus dalam mendukung praktik keagamaan hingga sanggah permanen dapat dibangun setahun setelah pembukaan rumah baru. Dalam pandangan budaya Hindu Bali, turus lumbung bukan hanya sebuah struktur fisik, melainkan juga sebuah simbol yang menghubungkan generasi dan memperkuat spiritualitas keluarga.

Sejarah dan Asal Usul

Sejarah dan Asal Usul Sanggah Turus Lumbung
Awal mula penggunaan sanggah turus lumbung terkait erat dengan pertumbuhan penduduk Pulau Bali yang semakin bertambah pesat. Fenomena ini dapat ditelusuri hingga ke masa lampau, seperti yang tercatat dalam Prasasti Sembiran A IV pada tahun 1016 M. Pada waktu itu, banyak warga Bali terpaksa berpencar dan berpindah tempat untuk mencari kehidupan baru.

Sebagai respons terhadap perpindahan tersebut, di desa-desa baru yang mereka bangun, muncul kebutuhan akan tempat ibadah sementara. Inilah titik awal munculnya bangunan suci sementara yang menggunakan turus pohon dapdap sebagai tiangnya, serta ruangan bambu yang kemudian terkenal dengan sebutan turus lumbung.

Fenomena ini khususnya tercatat di daerah Tejakula, Buleleng, Bali Utara. Dengan demikian, turus lumbung bukan hanya menjadi tempat pemujaan, tetapi juga mencerminkan adaptasi dan ketahanan masyarakat Bali dalam menghadapi perubahan sosial dan lingkungan.

Makna dan Filosofis Turus Lumbung

Makna dan Filosofis Turus Lumbung
Turus lumbung memiliki konstruksi yang sederhana namun sarat makna. Terdiri dari tiang utama yang terbuat dari turus kayu dapdap yang dianggap sebagai taru sakti atau kayu sakti sebagai pemurtian tri sakti yang termuat dalam lontar taru premana dan ruangan sederhana yang berfungsi sebagai tempat meletakkan sasajen, yang dibuat dari bambu.

Secara filosofis, turus lumbung memiliki fungsi ganda: sebagai pelindung dan penyokong kehidupan bagi pemujanya. Tiang turus dapdap melambangkan sebuah tameng atau perisai pelindung diri, sedangkan ruang lumbung, sebagai tempat penyimpanan padi, mengandung makna sebagai sumber penghidupan. Dalam simbolisme budaya Hindu Bali, turus lumbung bukan hanya merupakan struktur fisik, tetapi juga simbol keberlangsungan hidup dan keberanian spiritual bagi masyarakatnya.

Batasan Waktu Penggunaan Turus Lumbung

Batasan Waktu Penggunaan Turus Lumbung
Meskipun turus lumbung sarat dengan makna filosofis yang penting dalam kehidupan spiritual masyarakat Bali, namun, sebagai struktur sanggah sementara turus lumbung tidak bisa bertahan selamanya. Begitu pemiliknya mampu secara finansial, sanggah turus lumbung akan digantikan oleh bangunan sanggah kamulan yang permanen. Sanggah kamulan permanen menjadi tonggak awal bagi pembangunan struktur lebih kompleks yang kita kenal sebagai kamulan atau sanggah kamulan.

Meskipun dalam ajaran agama Hindu yang luwes turus lumbung tidak ada batasan waktu yang mutlak, namun dalam Lontar Gong Besi, dijelaskan bahwa turus lumbung "dibolehkan" digunakan hanya dalam waktu 6 bulan, jika melebihi waktu dari 6 bulan maka, pada kaki turus lumbung harus ditanam kwangen dengan uang kepeng berjumlah 11, dan proses ini berulang setiap 6 bulan jika bangunan permanen belum selesai.

Dengan memahami konsep Catur Purusha Artha, kita di tuntun untukk berusaha agar tidak menggunakan turus sanggah lumbung yang terlalu lama, dan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membangun sanggah permanen sebagai investasi spiritual jangka panjang.

Penutup

Turus lumbung, dengan makna dan perannya dalam kehidupan spiritual masyarakat Bali, menawarkan wawasan yang dalam tentang hubungan antara tradisi, adaptasi, dan keberlanjutan. Sebagai struktur sementara yang dipenuhi dengan filosofi dan makna keagamaan, turus lumbung menggambarkan perjalanan spiritual yang terus berlanjut dalam masyarakat Bali.

Dengan perubahan zaman dan pertumbuhan ekonomi, turus lumbung menjadi saksi dari kemampuan masyarakat Bali untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sambil tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional mereka. Sebagai cikal bakal dari sanggah kamulan permanen, turus lumbung mengajarkan pentingnya kesabaran, keuletan, dan pengorbanan dalam membangun fondasi spiritual yang kokoh bagi generasi mendatang. 
Posting Komentar

Posting Komentar