UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Alasan Saat Istri Hamil Suami Dilarang Potong Rambut: Inilah Pantangan Suami Saat Istri Sedang Hamil

Alasan Saat Istri Hamil Suami Dilarang Potong Rambut: Inilah Pantangan Suami Saat Istri Sedang Hamil
Dalam masyarakat Hindu di Bali, tradisi dan kepercayaan masih dijaga dengan sungguh-sungguh. Namun, seringkali, makna mendalam dari tradisi tersebut kurang dipahami oleh banyak orang yang melaksanakannya. Salah satu contohnya adalah saat istri sedang hamil, di mana suami diharapkan untuk tidak memotong rambutnya dan membiarkannya panjang. Namun, banyak yang tidak memahami makna sebenarnya dari tradisi ini.

Selain itu, seperti halnya suku lain di dunia, masyarakat Bali juga memiliki pantangan atau "tabu" yang harus dihindari. Misalnya, berjalan di jalanan umum saat matahari tepat di atas kepala, yang disebut "jejeg surya". Dipercayai bahwa jika seseorang melakukannya pada pukul 12 siang, mereka dapat dimakan oleh Buta Kala.

Terdapat pula larangan untuk mengajak anak yang belum tanggal gigi ke Pura Luhur Batu Karu. Hal ini didasarkan pada kejadian di masa lalu di mana seorang anak yang belum tanggal gigi menghilang setelah diajak ke tempat tersebut. Kejadian tersebut dianggap sebagai pertanda bahwa alam niskala melarang tindakan tersebut.

Pantangan Bagi Suami Saat Istri Sedang Hamil

Pantangan Bagi Suami Saat Istri Sedang Hamil
Di era modern, banyak "tabu" seperti ini mulai pudar. Namun, terkait dengan kehamilan, orang Bali masih memegang berbagai pantangan.

Pantangan bagi suami ketika istrinya sedang hamil meliputi:

  1. Tidak boleh menjelekkan, menghina, atau merendahkan orang lain. Hal ini penting untuk menjaga kedamaian dan harmoni dalam hubungan serta lingkungan sekitarnya.
  2. Tidak diperkenankan menyiksa binatang. Ini mencerminkan nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan rasa empati terhadap makhluk hidup lainnya.
  3. Menghindari konsumsi alkohol yang dapat merugikan kesehatan apalagi sampai mabuk.
  4. Tidak boleh terlibat dalam aktivitas perjudian. Ini tidak hanya merugikan secara finansial tetapi juga dapat menciptakan ketegangan dan konflik dalam keluarga.

Menjalankan pantangan-pantangan ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang sehat dan positif bagi ibu hamil, bayi yang dikandungnya, dan seluruh keluarga.

Pantangan Bagi Suami Menurut ajaran Kanda Pat Rare

Dalam ajaran Kanda Pat Rare, juga dijelaskan tentang pantangan-pantangan yang harus dihindari oleh suami ketika istrinya sedang hamil, antara lain:

  1. Tidak membangunkan istri yang sedang tidur.
  2. Tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur.
  3. Dilarang untuk anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya saat si istri yang sedang hamil makan.

Alasan di balik larangan-larangan ini adalah karena saat istri tidur, diyakini bahwa ia sedang mendapat perlindungan gaib dari para Dewa, kala, dan pitara (roh leluhur), agar bayi yang dikandungnya dapat hidup dan selamat. Dalam ajaran Kanda Pat Rare, dipercayai bahwa perkembangan bayi berkaitan dengan penstanaan para dewa di dalam tubuh bayi, dan leluhur juga mulai berhubungan dengan bayi yang dikandung. Keyakinan ini juga didukung oleh lontar Agastya Prana, Dasa Aksara, serta keyakinan bahwa Tuhan meresap pada setiap ciptaannya. Untuk menghormati para dewa dan leluhur yang terlibat dalam pembentukan bayi dalam kandungan, suami dihimbau untuk menghormati istri dengan tidak melangkahinya atau membangunkannya secara tiba-tiba saat istri sedang tidur.

Pantangan Bagi Suami Menurut Lontar Eka Pertama

Selain itu, dalam salinan lontar Eka Pertama, juga disebutkan beberapa sikap yang seharusnya diikuti oleh suami sebagai kepala rumah tangga saat istri sedang hamil. Seorang suami diharapkan untuk menjalankan swadharma agar dapat menurunkan anak yang baik (dharma putra). Dalam konteks ini, ada larangan-larangan yang harus dipatuhi oleh suami, yaitu:

  1. Dilarang memotong rambut.
  2. Dilarang membangun rumah.
  3. Dilarang menyelenggarakan pengangkatan anak.
  4. Dilarang membuat tambak (empang),
  5. Dilarang membuat pagar rumah atau pagar ladang,
  6. Dilarang memperistri wanita lain (memadu).
  7. Tidak melakukan perselingkuhan.

Pantangan tidak memotong rambut itu berarti pemusatan energi positif untuk pertumbuhan cabang bayi. Ketika hamil, penampilan wanita biasanya akan berbeda dibandingkan saat muda. Apabila suaminya terlihat rapi maka secara tidak langsung bisa saja sang istri akan berpikir negatif dan hal itu bisa berpengaruh pada si bayi.

Larangan-larangan ini diyakini berasal dari petuah Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu, sebagai pedoman bagi suami untuk menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bijaksana saat istri sedang hamil.

Yang Wajib Dilakukan Suami Saat Istri Sedang Hamil

Selain menjauhi larangan-larangan yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa hal yang sebaiknya atau bahkan wajib dilakukan oleh suami saat istri sedang hamil, antara lain:

  1. Membuat perasaan istri tenang, damai, aman, dan terlindungi. Suami memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif dan mendukung bagi kesejahteraan emosional istri selama masa kehamilan.
  2. Melakukan derma (Drwya Yadnya – dana punia). Memberikan sumbangan atau bantuan kepada mereka yang membutuhkan sebagai bentuk kebajikan dan karma positif.
  3. Rajin sembahyang. Menjalankan praktik spiritual secara teratur untuk menjaga keseimbangan batin dan memberikan dukungan spiritual kepada istri dan bayi yang dikandungnya.
  4. Pada usia kehamilan 7 bulan, melakukan upacara megedong-gedongan jika memungkinkan. Jika tidak, melakukan sembahyang khusus kepada Bhatara Guru (Sanghyang Widhi) untuk memohon keselamatan bagi bayi dan ibunya.
  5. Mengendalikan panca indria dan berpuasa bila mampu, terutama pada bulan purnama dan tilem. Berpuasa merupakan bentuk pengendalian diri dan pengorbanan yang dapat membawa keberkahan bagi keluarga.
  6. Meningkatkan praktik spiritual seperti meditasi dan berjapa. Mengucapkan mantra atau menyebutkan nama Sanghyang Widhi secara berkala untuk memperkuat ikatan spiritual dengan Tuhan dan memancarkan energi positif kepada bayi yang dikandung.

Secara logika, saat istri hamil, suami seharusnya juga berperan aktif dalam menyatukan segala perhatiannya untuk memastikan bahwa bayi dalam kandungan istri dapat tumbuh dengan baik dan lahir dengan selamat. Ini adalah bentuk bertapa brata atau pengorbanan diri dalam rangka menjaga kesejahteraan keluarga dan melaksanakan tugas suci sebagai suami dan ayah.

Apa Sangsinya, Jika Larangan Itu Dilanggar?

Apa Sangsinya, Jika Larangan Itu Dilanggar?
Jika suami melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan, konsekuensinya dapat sangat serius. Para Dewa, Kala, dan Pitara bisa memberikan kutukan kepada suami yang melanggar, yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesejahteraan keluarga, seperti

  1. Si istri dapat mengalami keguguran.
  2. Proses persalinan bisa menjadi sulit atau penuh dengan komplikasi.
  3. Kepercayaan (iman) pada anak dan keluarga bisa mengalami kemerosotan.
  4. Rejeki anak bisa seret ketika sudah dewasa.

Selain itu, saat istri sedang makan, hendaknya suami tidak mengganggu atau memberikan kata-kata kasar yang dapat menyakiti hatinya. Hal ini karena diyakini bahwa Sang Hyang Urip hadir saat seseorang sedang makan, dan tindakan tidak hormat terhadap saat tersebut dapat membawa malapetaka.

Dalam upaya menjaga kesejahteraan keluarga, suami dan istri harus mengarahkan pikiran, perkataan, dan perbuatan mereka pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma). Mereka juga harus memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani istri yang sedang hamil, serta menjaga kedamaian dan kerukunan rumah tangga.

Beberapa aktivitas juga perlu dihindari oleh suami saat istri hamil, seperti tidak mencambuk sapi atau melakukan pekerjaan kasar lainnya di sawah, serta tidak melakukan aktivitas yang dapat membawa dampak buruk bagi calon anak, seperti menutup lubang atau menyumbat segala bentuk lubang (sombah).

Kesimpulan

Tradisi-tradisi kuno yang melibatkan larangan dan pantangan selama masa kehamilan istri telah mengalami penurunan dalam masyarakat Bali modern. Meskipun praktik menancapkan turus mungkin sudah jarang dilakukan, pantangan seperti larangan mencukur rambut masih sering ditaati oleh beberapa lelaki, meskipun seringkali tanpa pemahaman yang mendalam tentang maknanya.

Namun, banyak calon ayah modern yang tidak lagi mengamalkan secara harfiah larangan-larangan tersebut. Mereka menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dengan cara yang lebih kontekstual dan relevan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dengan menjadi lebih aktif dalam merawat kesehatan dan kesejahteraan istri, serta memberikan dukungan fisik, emosional, dan spiritual selama masa kehamilan.

Namun, terdapat juga tren penurunan dalam pemahaman dan penghormatan terhadap tradisi-tradisi tersebut dalam masyarakat Bali. Banyak larangan atau tabu yang dilanggar, dan sebagai akibatnya, tabiat dan karakter anak-anak mungkin menjadi sulit untuk dikendalikan. Kurangnya pemahaman dan ketidakmampuan orang tua untuk memberikan tuntunan rohani yang kuat juga dapat menyebabkan kemerosotan iman pada generasi mendatang.

Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Bali untuk tetap memelihara dan memahami nilai-nilai tradisional mereka, dan untuk terus membaca dan memahami tutur dan ajaran Bali agar warisan budaya mereka tetap terjaga dan diteruskan ke generasi berikutnya.-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Posting Komentar

Posting Komentar