UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Mantra Banten Saiban: Makna Mebanten Ngejot atau Yadnya Sesa Setelah Selesai Memasak

Mantra Banten Saiban: Makna Mebanten Ngejot atau Yadnya Sesa Setelah Selesai Memasak
Setiap selesai memasak, biasanya kita selalu menghaturkan sedikit masakan kita yang disebut Mebanten Saiban. Namun, pertanyaan mendasar seringkali muncul. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan banten saiban? Marilah kita pahami dan membiasakan diri mempersembahkan kepada Hyang Widhi segala yang bisa kita nikmati sehari-hari. 

Dan mari pula kita belajar apa maknanya, karena banyak sekali anak-anak kita yang menghaturkan Yadnya Sesa tetapi tidak tahu maknanya. Mantra atau Doanya juga tidak tahu, jadi cuma ditaruh begitu saja, tangannya ngayab, sudah dianggap cukup. Kalau ada umat lain yang bertanya, apa artinya, kita pun tak bisa menjawab dengan benar, apakah kita tidak malu? Kali ini kita akan gali lebih dalam makna dan tujuan dari Mebanten Saiban, sebuah yadnya yang sederhana namun sarat dengan spiritualitas ini.

Pengertian Banten Saiban

Pengertian Banten Saiban
Mebanten Saiban, atau yang sering disebut Ngejot, adalah bagian tak terpisahkan dari rutinitas kehidupan umat Hindu di Bali. Dilakukan setiap pagi usai proses memasak, Mebanten Saiban, juga dikenal sebagai Yadnya Sesa, merupakan wujud sederhana dari praktik Panca Yadnya yang menjadi panduan dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu. Umumnya, pelaksanaan Mebanten Saiban dilakukan setelah proses memasak selesai dan sebelum menyantap hidangan. Seperti yang dikutip dari Bhagawadgita:
Yajna sishtasinah santo mucnyante sarva kilbishail bhunjate te tu agham papa ye panchanty atma karanat.
Bhagawadgita Sloka 3, XIII
Artinya: Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indera-indera pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.
Contoh gambar banten saiban
Tradisi ini mengajarkan bahwa Mebanten Saiban adalah bentuk persembahan yang paling sederhana, dengan sarana-sarana yang juga sederhana. Biasanya, Mebanten Saiban disajikan menggunakan daun pisang yang diisi dengan nasi, garam, dan lauk pauk sesuai dengan menu yang dimasak pada hari itu. Tidak ada aturan khusus mengenai jenis lauk yang harus disajikan.

Kunci dari kesempurnaan Yadnya Sesa terletak pada penghaturan persembahan yang dilanjutkan dengan percikan air bersih dan dupa yang menyala, sebagai simbol kehadiran Sang Hyang Widhi. Namun, praktik yang lebih sederhana pun dapat dilakukan tanpa menggunakan percikan air atau dupa, karena esensi Mebanten Saiban sendiri adalah kesederhanaannya. Meskipun begitu, setiap langkah dalam Mebanten Saiban tetap memancarkan makna mendalam tentang penghormatan, syukur dan hubungan spiritual dengan Yang Maha Kuasa.

Makna dan Tujuan Mebanten Saiban

Tujuan Mebanten Saiban
Di balik setiap persembahan dalam Mebanten Saiban tersemat nilai-nilai kesusilaan yang dalam dalam ajaran Hindu. Yadnya sesa atau Mebanten Saiban bukan sekadar serangkaian tindakan, melainkan sebuah perwujudan dari sikap Anresangsya, yang mengajarkan umat untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan bersama. Ambeg Para Mertha, prinsip untuk mendahulukan kepentingan kolektif, menjadi landasan yang kuat dalam pelaksanaan Mebanten Saiban.

Lebih dari sekadar sebuah kewajiban, Mebanten Saiban memahami bahwa memberikan persembahan makanan setelah proses memasak adalah bentuk penghormatan kepada makanan sebagai sumber kehidupan di dunia ini. Dalam setiap butiran nasi dan setiap helai sayuran, terdapat makna yang dalam tentang hubungan manusia dengan alam dan juga dengan penciptanya. Melalui Mebanten Saiban, umat Hindu Bali tidak hanya menyatakan rasa syukur, tetapi juga memperkokoh komitmen mereka untuk hidup selaras dengan nilai-nilai kesusilaan yang luhur.

Mantra Banten Saiban

Mantra Banten Saiban
Banten Saiban termasuk kedalam Dainika Upasana Mantra atau Mantra yang biasa dipergunakan untuk yadnya yang bersifat kontinyu atau seharih-hari. Ada lima tempat penting yang dihaturkan Yadnya Sesa, sebagai simbul dari Panca Maha Bhuta yaitu:

  • Pertiwi (Tanah) ditempatkan di tanah pada pintu halaman atau jalan keluar rumah.
  • Apah (Air) ditempatkan pada sumur atau sumber air dan pada tempat air.
  • Teja (Api) ditempatkan di dapur, pada tempat memasak atau di atas kompor.
  • Bayu (Angin) ditempatkan pada beras, bisa juga ditambah ditempat nasi.
  • Akasa (Unsur Panas) ditempatkan pada tempat persembahyangan, pelangkiran, pelinggih di rumah masing-masing.

Berikut adalah Mantra dan artinya untuk Membanten Saiban atau Yadnya Sesa:

1. Di Dapur

a. Tempat Beras :

"Om Sri Dewya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai penguasa Amertha, hamba bersujud pada-Mu.
b. Tungku/Kompor :

"Om Sang Hyang Tri Agni Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Agni, sebagai penguasa penerang dalam kegelapan, sebagai sumber energi bagi kehidupan, hamba bersujud pada-Mu.
c. Tempat Air :

"Om Ganga Dewya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Dewi Gangga, hamba bersujud pada-Mu.
d. Pelangkiran :

"Om Om Dewa Datta Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wuju-Mu sebagai Purusa Predana, sebagai sumber dari kehidupan, hamba bersujud kepada-Mu.

2. Di Sumur atau Sumber Air


"Om Ung Wisnu Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Wisnu, penguasa air kehidupan, hamba bersujud pada-Mu.

3. Lubang Saluran/Pembuangan Air Limbah


"Ih Sang Kala Sumungsang Ya Namah"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai kala Sumungsang hamba bersujud kepada-Mu.

4. Di Merajan

a. Kemulan :

"Om, Ang, Ung, Mang Paduka Guru Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud Wijaksara Ang-Ung-Mang atau Tri Guru, hamba bersujud kepada-Mu.
b. Taksu :

"Om Dewa Dewi Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai rwa bhineda, hamba bersujud kepada-Mu.
c. Sri Sedana :

"Om Kuwera Dewa Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Sang Hyang Kuwera, sebagai penguasa kekayaan, hamba bersujud kepada-Mu.
d. Tugu Capah :

"Om Sang Hyang Durga Maya Ya Namah"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud Durgamaya sebagai saktinya Siwa, penguasa atau dari Bhuta Kala, hamba bersujud kepada-Mu.
e. Penglurah :

"Om Anglurah Agung Bhagawan Penyarikan Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Anglurah sebagai perantara bagi Sang Anembah dengan Sang Kasembah, hamba bersujud kepada-Mu.

5. Di Tugu Penunggun Karang


"Om Sang Hyang Cili Manikmaya Sang Sedahan Pekarangan Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai penguasa pekarangan hamba bersujud kepada-Mu.

6. Di Pengijeng


"Om Sang Hyang Indra Blaka Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai penguasa alam, hamba bersujud kepada-Mu.

7. Di Tugu Pengadang-adang


"Om Sang Maha Kala, Nandikala Boktya Namah"

Artinya:
Ya Maha Kala. Nandi Kala sebagai penjaga pintu masuk, hamba menghaturkan persembahan semoga berkenan.

8. Di Pintu Masuk


"Om Sang Hana Dora Kala Ya Namah"

Artinya:
Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Dorakala hamba bersujud kepada-Mu.

9. Tempat Ari-ari


"Ih, Anta, Preta, Bhuta, Kala Dengen Ya Namah Swaha"

Artinya:
Ya Anta, Preta, Bhuta, Kala Dengen hamba bersujud pada-Mu.
Bagaimana kalau kita tidak masak atau kita makan dari membeli, atau makan di restoran? Tetap kita mengucapkan doa sebagaimana kita menghaturkan Yadnya Sesa itu, sebagai simbol bahwa yang kita nikmati adalah prasadamnya (lungsuran), namun sebagai penggantinya kita bisa cukup dengan mengucapkan Doa Makan.

Penutup

Dalam kesederhanaannya, Mebanten Saiban mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya ditemukan dalam kesenangan materi, tetapi juga dalam pengabdian dan koneksi spiritual yang mendalam. Praktik ini bukanlah sekadar ritual harian, melainkan sebuah perjalanan rohani yang memperkuat hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Dalam setiap langkahnya, Mebanten Saiban mengajarkan nilai-nilai kesusilaan, pengorbanan, dan syukur yang menjadi landasan kehidupan spiritual umat Hindu Bali. Melalui Mebanten Saiban, mereka tidak hanya mempersembahkan makanan, tetapi juga hati yang penuh rasa syukur dan kesadaran akan kehadiran Sang Hyang Widhi dalam setiap aspek kehidupan. Dengan demikian, Mebanten Saiban bukan hanya sebuah tradisi, tetapi juga sebuah jalan menuju kedamaian batin dan pencerahan spiritual bagi umat Hindu Bali.

Refrensi :
  • Ida Panditha Mpu Jaya Wijaya. (2010). Doa Sehari-Hari Keluarga dan Masyarakat Hindu.
Posting Komentar

Posting Komentar