UY0EvzZgeEEo4KiQ1NIivy9VYY1PQHFF9n6p7Enr
Bookmark

Pengertian Melukat: Upacara Pembersihan Spiritual dalam Tradisi Hindu Bali Beserta Jenis-Jenis Melukat

Pengertian Melukat: Upacara Pembersihan Spiritual dalam Tradisi Hindu Bali Beserta Jenis-Jenis Melukat
Salah satu ritual keagamaan yang sering dilakukan oleh umat Hindu di Bali adalah melukat. Sebagai sebuah upacara pembersihan, melukat dianggap sebagai cara untuk membersihkan energi negatif dari diri seseorang, dengan harapan dapat memberikan vibrasi positif pada pikiran dan jiwa secara niskala. Dalam kehidupan spiritual umat Hindu Bali, melukat bukan hanya sekadar ritual fisik, tetapi juga merupakan bentuk penghormatan dan koneksi dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta alam semesta.

Melalui prosesi upacara melukat ini, umat Hindu Bali meyakini bahwa mereka mendekatkan diri kepada kesucian dan kedamaian yang diharapkan. Mari kita menjelajahi lebih dalam tentang makna, jenis, dan asal usul upacara melukat dalam konteks agama Hindu Bali, serta bagaimana ritual ini mempengaruhi kehidupan spiritual dan budaya umatnya.

Pengertian Melukat

Pengertian Melukat
Melukat memiliki akar kata dari "lukat" yang dalam Buku Kamus Kawi-Bali diartikan sebagai "bersihin, ngicalang" (dalam bahasa Bali). Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, "lukat" berarti melepaskan (tentang barang yang dilekatkan), dan ketika awalan "me" ditambahkan, menjadi "Melukat" yang berarti melakukan suatu pekerjaan untuk melepaskan sesuatu yang melekat, dinilai kurang baik melalui upacara keagamaan secara lahir dan batin.

Sebagai bagian dari upacara Manusa Yadnya, melukat memiliki tujuan untuk membersihkan dan menyucikan diri secara lahir dan batin. Ini dilakukan untuk menghapus malapetaka yang mungkin diakibatkan oleh dosa-dosa atau dari perbuatan terdahulu (Sancita Karmaphala), serta dosa-dosa yang mungkin dilakukan selama hidupnya saat ini. Upacara melukat menjadi sarana untuk membersihkan diri dari beban atau kotoran spiritual yang menghalangi hubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan mencapai kesucian yang diinginkan dalam tradisi Hindu Bali.

Makna dan Filosofis Melukat

Makna dan Filosofis Melukat
Melaksanakan upacara melukat merupakan sebuah usaha untuk membersihkan dan menyucikan diri agar dapat melekatkan diri pada kesucian Ida Hyang Widhi Wasa, yang merupakan tujuan akhir kehidupan manusia. Ida Hyang Widhi Wasa dianggap sebagai Maha Suci dan Sumber Kesucian, sehingga peranan kesucian dalam diri pribadi sangat penting untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Upacara melukat memiliki makna sebagai sarana untuk mencapai tujuan tersebut, sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam pustaka lontar "Dharma Kahuripan", yang menguraikan tata cara pemeliharaan rohaniah manusia dari awal kehidupan hingga akhir. Oleh karena itu, upacara melukat dapat dilakukan berkali-kali sesuai dengan situasi, keperluan, dan tujuan spiritual seseorang.

Makna sejati dari melukat adalah pembersihan dan penyucian secara lahir dan batin, seperti yang dijelaskan dalam pustaka suci "Manawa Dharma Sastra" Bab V sloka 109, dianyatakan sebagai betikut:
"Adbhir gatrani guddhyanti manah satyena guddhyati, vidyatapobhyam buddhir jnanena cuddhyatir".
Manawa Dharma Sastra, sloka 109 (V)
Artinya:
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dengan ilmu dan tapa, akal dibersihkan dengan kebijaksanaan. 

Apabila makna dan arti sloka tuntunan ini dihayati secara mendalam, maka melukat menggunakan sarana air untuk pembersihan tubuh secara lahir (sekala) sedangkan untuk sarana penyuciannya menggunakan "Tirtha Penglukatan" yang terlebih dahulu dimohonkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa oleh Pemimpin upacara melalui doa, puja dan mantram dengan diikuti oleh yang akan melukat.

Mitologi dan Asal Usul Upacara Melukat

Mitologi dan Asal Usul Upacara Melukat
Setiap kelahiran yang terjadi di dunia ini, dipengaruhi oleh karmanya masing-masing serta tidak terlepas dari pengaruh baik buruknya wewaran, seperti Hari dalam Saptawara, Pancawara, dan wuku yang menyertainya, sebagaimana disebutkan dalam pustaka lontar "Sapuleger". Dalam pustaka tersebut, disampaikan bahwa seseorang akan menghadapi malapetaka besar jika tidak mengucapkan "Sapuleger", yang pada dasarnya memiliki fungsi serupa dengan Melukat.

Dalam petunjuk lontar Sapuleger, dijelaskan sebagai berikut:

Dikisahkan bahwa Sang Hyang Catur Bhuja (Bhatara Siwa) memiliki dua putra. Putra pertama, berparas Daitya, dikenal sebagai Bhetara Kala, diberikan istana di Semasana atau setra, kuburan, sementara putra keduanya, Sang Rare Kumara, memiliki paras yang lebih tampan dan tinggal bersama ayahnya. Konon, kedua putra ini lahir pada Wuku Wayang, yang kemudian memicu kemarahan Bhetara Kala untuk meminta ayahnya agar Sang Rare Kumara dibunuh dan dimakannya.

Meskipun Sang Hyang Catur Bhuja memberikan batas waktu selama 7 tahun untuk melaksanakan permintaan tersebut, akhirnya ia memohon agar Bhetara Kala menangguhkan keinginannya. Bhetara Kala menyetujui penundaan selama 3 tahun, namun ketika waktunya hampir tiba, ia kembali menuntut janji. Dalam pertemuan tersebut, Sang Hyang Catur Bhuja memberi nasihat kepada Sang Hyang Rare Kumara untuk pergi meninggalkan istana demi keselamatannya.

Sang Hyang Rare Kumara pun meninggalkan istana dengan cepat. Selanjutnya, Bhetara Kala menemui ayahnya, Sang Hyang Catur Bhuja, yang kemudian memohon kepada Bhetara Kala agar tidak membunuhnya. Namun, Bhetara Kala menolak dan mengatakan bahwa ia lapar dan ingin memakan ayahnya. Sang Hyang Catur Bhuja mengingatkan Bhetara Kala bahwa membunuh ayahnya adalah perbuatan tercela.

Pada akhirnya, Bhetara Kala memohon agar dapat makan sesajen, namun setelah menyantap semua sesajen yang ada di panggung wayang, ia tidak dapat menggantinya. Kemudian, Bhetara Kala memberikan sumpah kepada Ki Mangku Dalang, yang telah menyelamatkan dirinya dari kelaparan, untuk memberikan bimbingan yang benar kepada manusia, melukatkan orang-orang yang ditimpa malapetaka, serta menyucikan orang yang meninggal.

Dengan demikian, kisah ini menjadi asal usul dari upacara melukat dalam tradisi Hindu Bali, di mana melalui upacara ini, umat Hindu Bali berharap untuk mendapatkan perlindungan dan kesucian dari Sang Hyang Widhi Wasa serta membersihkan diri dari beban karma dan malapetaka.

Jenis-jenia Melukat

Jenis-jenia Melukat
Dalam tradisi Hindu Bali, terdapat berbagai macam jenis melukat yang dapat dilihat dari segi pelaksanaan dan tujuan upacaranya:

1. Melukat Astupungku

Melukat ini dilakukan untuk membersihkan dan menyucikan malapetaka yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan Triguna (Sattwam, Rajas, Tamas) dan pengaruh hari kelahiran seseorang. Triguna adalah konsep dalam filsafat Hindu yang mengacu pada tiga guna atau kualitas dasar alam semesta. Melukat Astupungku bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan batin dan membersihkan diri dari pengaruh negatif. Petunjuk pelaksanaannya dapat ditemukan dalam pustaka lontar Astupungku.

2. Melukat Gni Ngelayang

Jenis melukat ini dilakukan sebagai upaya pengobatan terhadap seseorang yang sedang menderita penyakit. Pelaksanaannya biasanya dipimpin oleh seorang Balian atau Dukun yang menggunakan metode pengobatan tertentu, baik yang bersifat fisik maupun spiritual, untuk menyembuhkan penyakit yang diderita. Contoh pelaksanaannya dapat ditemukan dalam tuntunan pustaka lontar Putusan Kala Gni Candra Bhairawa.

3. Melukat Gomana

Melukat Gomana bertujuan untuk melakukan “Penebusan Oton” atau hari kelahiran yang dianggap terdampak oleh pengaruh negatif dari wewaran seperti Saptawara, Panca Wara, dan Wuku. Contoh pelaksanaannya adalah Melukat yang lahir pada Wuku Wayang.

4. Melukat Surya Gomana

Upacara melukat ini bertujuan untuk melenyapkan noda dan kotoran yang ada pada diri bayi. Pelaksanaannya dilakukan saat upacara "Mapetik" pada saat Nyambutin, Tutug Tigang Sasih, Nelu bulanin, saat bayi berumur 3 bulan (105 hari). Tempat pelaksanaannya mencakup Dapur, Sumber Air, dan Sanggah Kemulan.

5. Melukat Semarabeda

Jenis melukat ini bertujuan untuk menyucikan Sang Kama Jaya dan Sang Kama Ratih dari segala noda dan mala pada upacara “Mawiwaha” atau perkawinan. Tujuannya adalah untuk memastikan kebersihan spiritual dan kesucian dalam ikatan pernikahan.

6. Melukat Prabhu Wibuh dan Nawa Ratna

Melukat ini dilakukan untuk memohon kesuksesan kepada para pemimpin dalam menjalankan tugas mereka, agar mendapatkan kejayaan dan kemakmuran. Upacara ini juga disebut Majaya-jaya, dan bertujuan untuk mendukung para pemimpin dalam mencapai tujuan yang mulia bagi masyarakat.

Tingkatan dan Pelaksanaan Melukat

Pelaksanaan Melukat dapat dibedakan atas dua macam yaitu:

  • Panglukatan Wetu dilaksanakan bertepatan dengan hari kelahiran (oton).
  • Panglukatan Sakit (sungkan) dilaksanakan pada hari-hari tertentu seperti Wraspati (Kemis), Kajeng Keliwon Uwudan yaitu Setelah hari Purnama.

Sementara tingkatan pelaksanaan palukatan upacaranya ada tiga jenis, yaitu :

  1. Tingkatan Kecil: Tingkatan yang paling kecil memakai eteh-eteh panglukatan yaitu, mempergunakan air pada Swamba, Pangedangan dan satu jenis lagi dari air kelapa muda (klungah).
  2. Tingkatan Sedang: Tingkatan yang sedang memakai eteh-eteh Padudusan Alit yaitu, mempergunakan air pada Swamba, Pangedangan, 4 buah kumba, sebuah kendi dan 5 jenis air kelapa muda seperti Kelapa bulan, udang, gading, mulung dan sudamala. 
  3. Tingkatan Besar: Tingkatan yang memakai eteh-eteh Padudusan Agung yaitu, Mempergunakan air pada swamba, Pangedangan, sebuah Kumba caratan, 8 buah periuk kecil, 9 jenis Klungah, Penawaratnaan yaitu 9 buah permata dengan warnanya masing-masing yaitu putih, merah, kuning, hitam, merah muda, jingga, biru, hijau dan berwarna-warni ditempatkan sesuai dengan pangider-ideran bhuwana.

Penutup

Dalam pelaksanaan upacara melukat, umat Hindu Bali tidak hanya melakukan ritual pembersihan secara lahiriah, tetapi juga mengalami pembersihan secara batiniah yang mendalam. Setiap jenis melukat memiliki tujuan dan makna tersendiri, yang mencerminkan kearifan spiritual dan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjaga tradisi melukat, umat Hindu Bali memperkuat ikatan spiritual mereka dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan alam semesta, serta menjaga keseimbangan dalam pikiran, jiwa, dan tindakan. 

Ritual ini menjadi pilar penting dalam menjaga harmoni dan kesucian dalam kehidupan mereka. Melalui penelusuran makna, jenis, dan asal usul upacara melukat, kita dapat memahami betapa dalamnya kepercayaan dan praktik spiritual umat Hindu Bali. Melukat menjadi cerminan dari keselarasan antara manusia, alam semesta, dan yang Maha Suci, mengilhami kedamaian dan kesucian dalam setiap langkah kehidupan.

Refrensi:
  • Dra. Ni Made Ayu Sri Arwati. (2005). Upacara Melukat.
Posting Komentar

Posting Komentar